
Selama tahun-tahun terakhir hidupnya (1223-1226), Fransiskus semakin mengundurkan diri dari urusan ordo yang “dilahirkannya”. Kemungkinan ada sejumlah saudara yang mendesaknya karena mereka ingin mengembangkan ordo ke arah yang tidak diinginkan Fransiskus. Selain itu, penyakit Fransiskus yang bermacam-macam, sakit mata, perut, ginjal dan sebagainya semakin menjadi-jadi mem- buat ia sungguh tidak mampu lagi memimpin ordo sebesar itu, maka Fransiskus mengangkat saudara kepercayaannya, yaitu Elias dari Kortona, sebagai pemimpin jenderal seluruh perserikatan SAUDARA-SAUDARA DINA. Disertai beberapa teman karib, serta Leo, yang menjadi bapa pengakuannya, Fransiskus sering pergi ke tempat sepi untuk berdoa, terutama ke Gunung La Verna yang terletak dekat kota Arezzo, Gunung setinggi 1282 meter itu diberikan kepada Fransiskus oleh seorang bangsawan yang bernama Orlando, Fransiskus dapat pergi ke sana sesuka hatinya untuk bersemadi di hutan dan gua-gua yang ada. Di tempat yang terberkati itu Fransiskus mencapai puncak hidup pribadinya sebagai pencinta Yesus, Putra Allah Yang Tersalib. Selama puasa bulan September 1224 Fransiskus dengan beberapa teman, Leo dan Masseo, mengungsi ke gunung itu.
Ketika sedang berdoa sendirian di hutan Fransiskus mendapat suatu penglihatan. Tampak olehnya Yesus dengan rupa malaikat serafin, terpaku pada salib, tetapi dalam kemuliaan. Penglihatan itu menyebabkan kaki, tangan dan lambung Fransiskus menampakkan luka-luka Yesus Yang Tersalib. Fransiskus merasa sakit sekali, namun penuh kegembiraan dan kemanisan. Setelah turun dari gunung Fransiskus menyembunyikan luka-luka itu, meskipun terasa sakit dan berdarah. Hanya sedikit orang yang diberi tahu tentang keadaan Fransiskus itu. Klara menyediakan pembalut yang secara teratur mesti diganti. Fransiskus hampir tidak dapat berjalan lagi dan terpaksa naik keledai kalau bepergian. Begitulah Fransiskus makin serupa dengan Yesus, sebagai tanda betapa hati dan batinnya serupa dengan hati dan batin Tuhannya, dan betapa Fransiskus setia pada panggilannya, yaitu mengikuti jejak Tuhan Yesus Kristus sampai di salib. Fransiskus memulai mewujudkan panggilannya setelah mendengar suara Yesus Yang Tersalib di Gereja San Damiano, hampir dua puluh tahun yang lalu. Fransiskus menyelesaikan panggilannya dengan melihat Tuhan Yang Tersalib di Gunung La Verna dan merasakan dalam badannya penderitaan Yesus dan jiwanya menikmati kemuliaan-Nya.

Pada tahun yang sama, yaitu 1224 Fransiskus merayakan Natal di sebuah tempat semadi yang lain, yaitu di Greccio. Fransiskus mendramakan kelahiran Yesus, dengan gaya puitis untuk dengan mata kepala sendiri menyaksikan kemiskinan Putra Allah. Ia mengumpulkan orang seder- hana dari desa-desa di sekitar Greccio itu. Dalam sebuah gua ia memasang sebuah palungan. Di atas palungan itu dipersembahkan Misa, dan Fransiskus sebagai diakon dengan suara terharu menyanyikan kisah Lukas mengenai kelahiran Yesus. Hadirin sangat tergerak hatinya dan mencucurkan air mata sewaktu menyaksikan semuanya itu. Fransiskus sendiri sedalam-dalamnya menikmati kedamaian Natal. Ketika merasa ajalnya mendekat, Fransiskus ingin kembali ke Asisi dan Portiunkula. Perjalanannya menjadi suatu arak-arakan sebab di mana-mana Fransiskus disambut oleh rakyat dengan semangat yang berkobar-kobar. Rombongan tiba di kota Siena dan penyakit Fransiskus menjadi begitu hebat, sehingga perjalanannya tidak dapat dilanjutkan. Ia beristirahat di rumah uskup setempat. Kebetulan sahabatnya Kardinal Hugolinus juga berada di Siena, la mengirim dokter pribadinya untuk merawat dan mengobati Fransiskus. Karena matanya sakit, dokter itu berusaha mengobati dengan membakar pelipis Fransiskus dengan sepotong besi yang berpijar. Fransiskus menyapa besi yang berpijar itu sebagai “SAUDARA API YANG SANGAT MURNI”, Selama di Siena dalam tahun 1225 Fransiskus mendiktekan WASIATNYA yang pertama. Wasiat itu sendiri tidak tersedia lagi, tetapi diketahui bahwa Fransiskus mengungkapkan seluruh cita-citanya dan mengajak saudara-saudaranya saling mengasihi, selalu setia pada NONA KEMISKINAN dan taat kepada Gereja serta pimpinannya. Tidak lama kemudian, entah di mana, Fransiskus mendiktekan sebuah WASIAT ROHANI lain, yang lebih panjang dan terinci, la menceritakan tentang hidupnya sendiri, bagaimana bertobat dan mendapat panggilannya melalui “WAHYU TUHAN”, bagaimana ia mendapat saudara-saudara yang pertama dan bagaimana mula-mula mereka hidup. Ternyata Fransiskus ingin kembali kepada awal yang amat sederhana itu. Kepada semua saudara Fransiskus memberi peringatan, supaya tetap setia pada ANGGARAN DASAR dan tidak mencari dalih untuk meluputkan diri dari cara hidup yang dicita-citakan Fransiskus.

Kira-kira bulan September tahun 1226 atas permintaannya sendiri Fransiskus dipikul ke kota Asisi, dan ke tempat yang sangat dicintainya, yaitu Portiunkula. Rombongan Fransiskus diiringi sepasukan prajurit dari Asisi sebab dikuatirkan kalau-kalau Fransiskus diculik penduduk kota Perugia, yang ingin memiliki jenazah orang kudus yang terkenal itu. Rombongan tiba dengan selamat di Asisi. Di dekat kota, di atas sebuah bukit, Fransiskus menyuruh berhenti sebentar. la memberkati kota asalnya yang selalu dicintainya, lalu rombongan berjalan terus ke Portiunkula. Di ranjang sakitnya di Portiunkula Fransiskus melengkapi lagu NYANYIAN SAUDARA MATAHARI yang di- ciptakannya. Fransiskus menambah sebuah bait pada Pujian Tuhan itu, mengajak semua makhluk untuk memuji Tuhan. Fransiskus sangat peka terhadap keindahan alam, dan semua makhluk dianggapnya sebagai saudara dan saudarinya dalam Tuhan. Bait terakhir itu memuji Tuhan karena SAUDARI MAUT JASMANI. Ketika Fransiskus merasa ajalnya mendekat, ia memanggil semua saudara yang hadir di Portiunkula. Ia menyuruh mengadakan perjamuan perpisahan, seperti yang dibuat Yesus pada malam menjelang wafat-Nya.
Injil yang dibacakan selama perjamuan itu ialah bagian Injil Yohanes yang bercerita tentang Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Memang itulah yang selalu dikehendaki Fransiskus: menjadi hamba dan pelayan sekalian orang. Kemudian Fransiskus menyuruh menanggalkan pakaiannya dan dalam keadaan telanjang ia diletakkan di tanah, sama seperti Yesus telanjang, miskin secara total bergantung pada salib yang keras. Sekali lagi Fransiskus memberkati seluruh saudaranya, lalu sambil menyanyi ia menyerahkan nyawanya kepada Tuhan. Bersama Yesus Fransiskus juga dapat berkata, “SELESAILAH SUDAH!” Akhirnya ia bertemu muka dengan Tuhannya, yang di dunia ini hanya dilihatnya dalam rupa roti di altar. Tenaga dan seluruh daya hidup sudah dihabiskan Fransiskus dalam melaksanakan pesan Tuhannya yang tercantum dalam Injil. Begitulah garis besar riwayat hidup Fransiskus dari Asisi, seorang injili yang berpengaruh besar. Pribadinya selalu menarik banyak orang. Mudah- mudahan ia pun menarik dan menjiwai banyak pemuda dan pemudi di Indonesia, untuk secara bulat mewujudkan Injil Yesus Kristus dan mewartakannya dengan perbuatan serta perkataan. Selalu kita ingat petuah Fransiskus ini, “SAUDARA-SAUDARA, MARILAH KITA MULAI LAGI, SEBAB SAMPAI SEKARANG KITA BELUM BERBUAT APA-APA.”
0 Comments