Fransiskus memulai hidup barunya itu dengan gembira hati. Ia sama sekali tidak mengira bahwa cara hidupnya ini dapat menarik orang lain. la juga tidak mencari pengikut, apalagi memikirkan untuk mendirikan sebuah gerakan atau organisasi. Ia hanya ingin melaksanakan dan memberitakan Injil. Bila bertemu dengan orang yang bertengkar, berselisih, bertikai atau berkelahi ia ber- usaha mendamaikan mereka. Ia sering berhasil. Pada zaman itu bangsa Italia kerap berkelahi, bertikai, bahkan berperang satu sama lain. Fransiskus muncul sebagai malaikat pembawa damai, persahabatan dan kasih. Di Asisi ada dua golongan yang bermusuhan, bangsawan (MAYORES) dan warga kota lain (MINORES). Fransiskus berhasil mendamai- kan warga kota yang dicintainya itu.
Cara hidup Fransiskus mulai menarik perhatian banyak orang, baik di Asisi maupun di tempat lain. Di Asisi banyak orang merasa jengkel akan kelakuan Fransiskus yang aneh-aneh itu, tetapi setelah tahu bahwa Fransiskus bertahan, maka sejumlah orang mulai tersentuh. Mereka justru paling bersemangat dan paling menginginkan suatu hidup yang lebih sesuai dengan Injil. Pada masa Fransiskus ada banyak orang dan kelompok kristen yang ingin melaksanakan Injil dengan sebaik-baiknya. Mereka mem- pelajari Injil sebagai pedoman hidup, tetapi kerap tidak ada pemimpin yang cukup bermutu.

Melihat Fransiskus menempuh JALAN INJIL seperti itu, beberapa penduduk kota Asisi dan sekitarnya mulai bertanya-tanya, apakah mereka dapat mengikuti Fransiskus dan mendapat bimbingannya. Maka tidak lama setelah menemukan panggilannya, beberapa orang datang meminta nasihat pada Fransiskus. Fransiskus agak terkejut sebab belum pernah memikirkan hal semacam itu. Karena itu, dengan kitab Injil dan membacakan saja ayat yang kebetulan dijumpai Fransiskus menunjukkan kepada orang-orang itu bagaimana harus hidup MENURUT INJIL TUHAN KITA YESUS KRISTUS. Tidak lama kemudian sudah ada dua belas pengikut. Mereka datang dari segenap lapisan masyarakat. Ada yang kaya raya, seperti Bernardus dari Quintavalle, yang membagi-bagikan seluruh miliknya kepada orang miskin, di pasar di kota Asisi. Ada yang terpelajar, yaitu Ahli Hukum Petrus Catani. Ada bangsawan, yaitu Angelo Tankredo. Ada rohaniwan, yaitu Silvester, yang menjabat pastor di Asisi. Ada yang sederhana sekali dan bisa disebut petualang, yaitu Egidius, dan ada petani dari desa seperti Yohanes. Kelompok kecil itu tetap mendapat perlindungan dari uskup Asisi. Berdua-dua mereka pergi ke mana-mana, untuk secara sederhana berkhotbah di jalan dan di pasar, dan dengan tangan sendiri bekerja sebagai pembantu petani pada musim panen, mengumpulkan kayu bakar yang dipikul ke kota, menjadi pembantu dan pelayan di rumah orang lain. Mereka sebenarnya tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, dan boleh dikata hidup di jalan raya. Mereka makan apa yang diberikan orang sebagai upah, dan kalau tidak cukup mereka tidak malu-malu pergi ke “MEJA TUHAN” dengan minta-minta dari pintu ke pintu. Kalau ada kesempatan, malam hari mereka berkumpul di sebuah tempat di tengah hutan yang bernama PORTIUNKULA, yang terletak di tanah milik para rahib Benediktin. Di situ ada sebuah kapela kecil yang disebut “SANTA MARIA PARA MALAIKAT” sebab di belakang altar ada sebuah lukisan Maria di tengah para malaikat. Di Portiunkula mereka berbicara satu sama lain, bertukar pikiran, menceritakan pengalaman, bersembahyang, merenung dan bersemadi. Oleh karena tidak mempunyai satu buku pun-kecuali kitab Injil-mereka berdoa BAPA KAMI saja, apalagi di antara mereka ada yang buta huruf. Segera menjadi jelas bahwa mereka memerlukan semacam pedoman hidup. Maka Fransiskus menyusun semacam ANGGARAN DASAR. Ini sebenarnya tidak lain, kecuali sekumpulan ayat Injil, ditambah beberapa aturan tentang bagaimana mereka mesti berlaku kalau bepergian di dunia.
0 Comments