
Fransiskus serta pengikut-pengikutnya menjadi yakin bahwa kelompok kecil itu tidak hanya mesti mendapat persetujuan dari uskup Asisi (yang sudah lama menyetujuinya), tetapi juga dari pihak paus di Roma sebab Fransiskus dengan teman-temannya berkelana di mana-mana, tidak hanya di Keuskupan Asisi. Selain itu, pada masa itu di mana-mana muncul kelompok yang mau HIDUP MENURUT INJIL, tetapi kerap mulai memberontak terhadap Gereja sehingga kelompok-kelompok semacam itu dicurigai oleh para uskup dan paus. Fransiskus sadar bahwa kelompoknya mirip dengan kelompok-kelompok itu, sehingga boleh jadi mereka pun dicurigai. Padahal Fransiskus justru mau sebulat hati tinggal di dalam Gereja Katolik dan taat kepada paus dan semua uskup, bahkan kepada pastor setempat. Karena itu, mereka mencari persetujuan dan perlindungan paus.
Tahun 1210, atau barangkali sudah pada tahun 1209, kelompok Fransiskus berangkat ke Roma mendapatkan Paus Inosensius III, orang yang pada zaman itu paling berkuasa di Eropa. Dengan pertolongan Uskup Guido yang kebetulan berada di Roma dan didukung oleh seorang kardinal, Fransiskus berhasil menghadap Paus. Paus serta iringannya agak heran melihat orang yang sederhana dan berpakaian compang-camping itu. Dalam hati mereka bertanya-tanya: mau apa orang itu? Fransiskus diberi kesempatan menjelaskan maksud kunjungannya. Meskipun ada orang yang berkata, “TAK MUNGKIN! TIDAK MASUK AKAL!” namun Paus, meski agak ragu-ragu, akhirnya secara lisan menyetujui cara hidup Fransiskus dan anggaran dasar sederhana yang disampaikannya. Apa yang dapat dilakukan oleh Paus, selain memberi izin, setelah Fransiskus dengan blak-blakan bertanya, “Bolehkah saya melaksanakan Injil atau tidak?” Paus mengajak mereka tetap berusaha dan kalau berhasil baik mereka boleh kembali untuk meminta persetujuan tetap. Fransiskus mengucapkan profesinya di hadapan Paus, dan seluruh kelompok dimasukkan ke dalam kalangan rohaniwan. Dengan demikian, mereka dilindungi oleh Gereja dan berwewenang untuk berkhotbah; tidak hanya di luar, di jalan, di lapangan, tetapi juga di gereja- gereja.
Maka lahirlah ordo Fransiskus dari Asisi pada tahun 1210 (atau 1209) dan berkembang pesat. Fransiskus serta teman-temannya kembali ke Asisi. Untuk sementara waktu mereka menetap dalam sebuah gubuk yang telah ditinggalkan di tepi sebuah kali yang bernama RIVOTORTO, tidak jauh dari Asisi. Siang mereka pergi berkhotbah dan sebagainya, dan malam hari mereka berkumpul kembali di gubuk yang amat sempit dan bocor. Diceritakan bahwa Fransiskus menulis nama masing-masing saudara di balik tempat mereka tidur, supaya terjamin dan tidak terganggu oleh saudara-saudara yang datang terlambat atau mau pergi berdoa. Kira-kira pada masa itulah kelompok mereka mendapat nama. Mula-mula mereka menyebut dirinya sebagai PETAPA DARI Asısı. Nama itu dirasakan kurang tepat oleh Fransiskus. Pada suatu hari ia membaca (atau ingat) wejangan Yesus kepada rasul-rasul-Nya bahwa tidak ada seorang pun yang boleh menganggap dirinya “besar” atau “bergelar rabi” (guru) atau “Bapa” (abas), sebab mereka sesama SAUDARA. Kata-kata ini sangat mengesan di hati Fransiskus, maka ia mengusulkan kepada para pengikutnya supaya menamakan diri SAUDARA-SAUDARA DINA (FRATRES MINORES). Mereka memang hanya saudara satu sama lain, maka mesti dan mau dianggap sebagai orang sederhana, yang tidak berarti apa-apa di mata sendiri, dekat dengan or- ang sederhana. Rakyat jelata kota Asisi memang disebut MINORES, berlawanan dengan MAYORES, yaitu kaum bangsawan yang berkuasa dan kaya. Fransiskus justru tidak mau berkuasa atau kaya dan sungguh-sungguh benci kepada uang, yang pada masa Fransiskus merupakan hal penting, memberi kuasa, menyebabkan banyak perselisihan, pertikaian dan perang.
Rivotorto menjadi terlalu sempit untuk semua saudara dan mereka juga sering diganggu orang lain. Maka Fransiskus mulai memikirkan tempat lain untuk ber- kumpul, berdoa dan beristirahat. Betapa senang hatinya waktu abas biara Benediktin di Gunung Subasio menawar kan Portiunkula kepada Fransiskus serta teman-temannya. Gereja yang ada di sana diberikan kepada Fransiskus untuk dipakai. Segera dengan gembira kelompok Fransiskus pindah ke sana. Tidak sulit, sebab mereka tidak usah membawa apa-apa kecuali diri sendiri. Portiunkula itu selanjutnya menjadi “MARKAS BESAR” (istilah itu pasti tidak disukai Fransiskus) mereka. Di situ para saudara dina secara teratur (mula-mula setahun sekali) berkumpul untuk tukar pikiran, memikirkan cara hidupnya dan kalau perlu menetapkan aturan yang harus ada. Jumlah pengikut Fransiskus bertambah dengan amat pesatnya. Pada tahun 1217 ordo sudah harus dibagi-bagi atas beberapa provinsi, tidak hanya di Italia, tetapi juga di negeri lain. Bahkan banyak awam yang sudah berkeluarga mau menggabungkan diri. Fransiskus mengalami kesulitan menghadapi mereka ini, menerima mereka begitu saja tidak bisa, menolak mereka tidak bisa juga. Maka Fransiskus menemukan akal. Ia memberi mereka petunjuk, nasihat dan pedoman, bagaimana mereka dapat melaksanakan Injil sesuai dengan keadaan mereka sebagai bapak dan ibu keluarga. Lahirlah kelompok yang sekarang disebut ORDO KETIGA SEKULAR (OFS). Kelompok itu pun dengan pesat berkembang. Para ‘tertiaris’ antara lain tidak membawa sesuatu, apalagi menggunakan senjata. Sesudah beberapa lama pemerintah beberapa kota di Italia tidak tahu lagi dari mana mengambil prajurit dan polisi kota. Begitu banyak warga kota masuk ordo ketiga, sehingga tidak cukup orang untuk tugas kemiliteran dan kepolisian. Begitulah, Fransiskus “BENTARA KEDAMAIAN” mendamaikan Italia yang terpecah-belah akibat perang antarkota dan antar golongan. Fransiskus dengan cara sendiri melucuti senjata.
0 Comments